Saturday, June 16, 2012

Ironclad (2011)

Alur Cerita

Di Inggris pada tahun 1215, selama 16 tahun dalam pemerintahan Raja Yohanes (Paul Giamatti), seorang raja yang telah memungut pajak yang tinggi dan juga telah meniduri istri para Baron (Bangsawan). Para Baron akhirnya memberontak dan raja pun terjebak dalam perang sipil berdarah yang berlangsung lebih dari tiga tahun, hingga kedua pasukan pun berjatuhan. Saat itulah, Ksatria Templar dilibatkan dan dengan bantuan mereka sang raja beserta pasukannya akhirnya dapat dikalahkan. Namun raja Inggris ini masih dapat berkuasa dengan satu syarat, ia harus menandatangani Magna Carta, sebuah piagam di mana hak asasi rakyat dikembalikan sehingga dapat membatasi kekuatan kerajaan.

Tak lama kemudian, Raja Yohanes telah mengingkari janjinya dan mulai mengeksekusi siapapun yang telah mendukung Magna Carta, termasuk akan membalas dendam terhadap para baron yang mempermalukan dirinya. Dia kemudian merekrut pasukan tentara bayaran dari Denmark dengan berjanji kepada pimpinan mereka, Tiberius (Vladimir Kulich), bahwa Paus akan menetapkan para misionaris keluar dari Denmark.

Seorang kepala biara bernama Markus (Marcus Hoyland), membawa tiga prajurit Templar yang telah mengambil sumpah diam untuk mencari tempat berlindung dari badai di kastil milik Baron Darnay (David Melville) pada perjalanan menuju gereja Canterbury. Markus kemudian berbicara dengan Thomas Marshall (James Purefoy), salah satu Ksatria Templar dan berjanji akan membebaskan Marshall dari Dewan Templar setelah mereka tiba di Canterbury. Keesokan paginya, Raja Yohanes tiba dengan para prajurit Denmark dan menyerbu Kastil Darnay, di mana dia telah memerintah orang Denmark untuk menggantung Darnay, dan juga memotong lidah Markus ketika ia mencoba untuk campur tangan. Marshall dan dua ksatria lainnya akhirnya melawan para tentara Denmark, di mana Marshall berhasil melarikan diri dari kastil dengan membawa Markus, sementara dua ksatria lainnya gugur. Setelah itu, si kepala biara meninggal karena luka-lukanya dan Marshall pun melanggar sumpahnya untuk berdiam diri sambil berjanji bahwa pengorbanannya tidak akan sia-sia.

Ketika tiba di gereja Canterbury, Marshall bertemu dengan Uskup Agung Stephen Langton (Charles Dance) dan seorang mantan prajurit yang sekarang sudah menjadi pedagang katun, Baron William de Albany (Brian Cox). Langton kemudian mengungkapkan bahwa Paus telah memihak kepada Raja Yohanes dan bahwa ia sendiri dikucilkan karena telah menulis Magna Carta. Ketiganya pun setuju untuk menghentikan raja, dan untuk melakukannya adalah dengan mengambil alih Kastil Rochester, tempat strategis yang mendominasi rute selatan Inggris.

Albany kemudian membujuk empat mantan anak buahnya -- Marks (Mackenzie Crook), Wulfstan (Rhys Parry Jones), Becket (Jason Flemyng) dan Coteral (Jamie Foreman) -- untuk bergabung dengannya, termasuk seorang pengawal muda bernama Guy (Aneurin Barnard). Ketujuh orang ini akhirnya berangkat ke Kastil Rochester di mana mereka menemukan enam tentara dari pasukan Denmark sudah berada di sana. Kubu Albany pun bertempur dan membunuh para pengintai Denmark, dan kemudian mengambil alih kastil dari Baron Cornhill (Derek Jacobi) atas nama pemberontak. Ketika pasukan Raja Yohanes tiba untuk mengepung kastil, para pemberontak berhasil memukul mundur serangan mereka.

Dalam serangan selanjutnya, kubu Denmark telah membangun sebuah menara penyerangan, namun para pemberontak dapat menghancurkannya hingga Becket tewas dalam penyerangan tersebut. Setelah kejadian itu, Raja tidak muncul kembali hingga musim telah berganti, di mana penghuni kastil telah dilanda kelaparan. Marshall kemudian meninggalkan kastil di malam hari dan mencuri makanan dari kamp Raja, yang membuatnya dikejar oleh para tentara Denmark dan akhirnya berhasil kembali ke kastil. Setelah beberapa bulan berada disana, Marshall akhirnya melanggar sumpahnya sebagai Ksatria Templar akibat kedekatannya dengan istri Cornhill, Putri Isabel (Kate Mara).

Tiberius yang mendapatkan tekanan dari Raja Yohanes untuk menaklukkan benteng Rochester, dia dan pasukannya kembali membuat penyerangan dan sebagian dari mereka berhasil menyelinap masuk sebelum fajar untuk membuka gerbang benteng dari dalam. Mereka pun menyebabkan kekacauan di dasar benteng sementara yang lainnya melakukan pembantaian terhadap garnisun. Selama penyerangan inilah, Albany terluka dan Marshall yang kembali mengenakan perlengkapan perangnya melawan para tentara Denmark, menghemat waktu bagi para korban untuk kembali ke benteng.

Albany diseret sebelum Raja memaksanya untuk menyaksikan tangan dua orang tahanan dipotong, dan setelah menentangnya untuk menyerah, ia mengalami nasib yang sama dan kemudian dibunuh. Belajar dari kejadian itu, Cornhill mencoba untuk menyerah namun setelah dihentikan oleh Guy, dia menuju lantai kamar tidurnya untuk melakukan bunuh diri sebagai gantinya. Serangan terakhir pun kembali dilakukan, di mana Raja menyuruh para prajurit Denmark untuk menggali tambang bawah kastil dengan menggunakan beberapa ekor babi yang dibakar untuk memberikan panas.

Dalam serangan terakhir tersebut, para pemberontak terbunuh kecuali Guy, Isabel, dan Marshall yang pingsan oleh puing-puing reruntuhan. Guy keluar untuk bertempur di mana dia bertemu Tiberius dan hampir tewas sebelum Marshall yang telah sadar turut campur. Marshall menantang Tiberius untuk berduel, dan dia akhirnya dapat membunuh kapten pasukan Denmark tersebut setelah pertarungan yang melelahkan. Suara terompet tanduk kemudian terdengar dari kejauhan saat para tentara Perancis tiba untuk bergabung dengan para pemberontak, di mana Yohanes dan para pasukan Denmark yang tersisa melarikan diri dengan panik. Marshall akhirnya bertemu dengan Pangeran Louis dan Uskup Agung Langton di pintu gerbang istana, yang mengatakan bahwa ia sekarang bebas dari Dewan Templar. Mengakui Pangeran Louis sebagai raja baru Inggris, Marshall pergi mengendarai kuda dengan Isabel.

Film berakhir saat epilog yang menjelaskan bahwa dalam pelariannya, Raja Yohanes meninggal karena disentri. Dan seiring waktu berlalu, benteng Rochester masih berdiri sampai sekarang, begitu juga mimpi mulia Magna Carta.